Rabu, 02 Maret 2016

Cara Meningkatkan Pertumbuhan, Fokus pada Core Competence!

Cara Meningkatkan Pertumbuhan, Fokus pada Core Competence
Growth : fokus pada core competence adalah salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan.


Update terbaru artikel-artikel menarik, renyah, dan inspiring tentang manajemen keuangan, akuntansi, karir bidang keuangan, dan personal finance pindah ke  www.manajemenkeuangan.net

Penulis pernah bekerja di sebuah perusahaan yang pernah mendapat “berkah” atau “rejeki nomplok”. Omset dan laba perusahaan meningkat pesat. Dan pencapaian itu adalah pertama kali sejak perusahaan itu didirikan.

Dengan omset dan laba besar itu, perusahaan menambah aset kendaraan dan melakukan investasi ke beberapa bidang yang bukan core competence-nya.

Namun cerita di belahan dunia lain berbeda. Kondisi perekonomian global berubah. Terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi China. Permintaan batubara menurun. Harga minyak dunia turun.
Beberapa perusahaan yang bergerak di industri tambang pun berguguran. Rentetan kejadian itu secara langsung maupun tidak langsung menyeret perusahaan yang ada kaitanya dengan industri pertambangan.

Mereka yang bermodal cekak berjatuhan. Demikian juga di perusahaan tempat saya bekerja, pun mengalami kondisi sulit. Hal itu sebagai akibat dari kesulitan keuangan yang dialami Bumi Resources yang merupakan partner bisnis utamanya.

Harga saham BUMI pernah menyentuh angka Rp. 103. Padahal di tahun 2009 – 2010, saham-saham Grup Bakrie begitu mendominasi volume perdagangan saham di BEI. Tahun 2009  BUMI merupakan salah satu saham paling populer ketika itu, dimana data registrasi di bulan tertentu di tahun 2009 menunjukkan bahwa BUMI dipegang oleh lebih dari 50,000 investor, baik individu maupun institusi, baik asing maupun lokal. Mengingat jumlah investor saham ketika itu tidak sampai 300,000 orang di seluruh Indonesia, maka kita bisa mengatakan bahwa, dari setiap 5 atau 6 pemain saham di bursa, minimal ada satu orang yang pegang BUMI.

Namun sejak harga batubara mulai turun pada tahun 2012 lalu, BUMI sudah kesulitan dalam membayar cicilan utangnya, hingga pada Juli 2013 lalu BUMI terpaksa melepas sebagian sahamnya di PT Kaltim Prima Coal (KPC), untuk membayar sebagian utangnya ke China Investment Corporation (CIC). Namun setelah dua tahun harga batubara ternyata masih saja turun, dan per 31 Agustus 2015, hutang BUMI mencapai hampir US$ 4 milyar.

Demikianlah, kesulitan keuangan di BUMI pada akhirnya juga merembet ke partner-partnernya, salah satunya adalah perusahaan tempat penulis bekerja.

Apa pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa itu ?

Saat kondisi sedang baik, omset besar, keuntungan besar, sumber pemasukan lancar tugas kita adalah mempersiapkan diri bila kondisinya berubah paceklik. Sebagaimana Nabi Yusuf mempersiapkan persediaan logistik untuk menghadapi masa paceklik, demikian juga saat Nucor bertahan menghadapi masa sulit tanpa pendapatan. 

Belajar dari perusahaan unggul  kelas dunia seperti Google dengan salah satu produk andalannya +Google+, mereka selalu fokus pada core competence-nya. Mereka menginvestasikan lebih besar labanya untuk bidang yang sama.
Banyak pemilik/pengelola usaha terlena dengan memperlakukan perusahaan sebagai cash cow. Laba banyak diambil sebagai deviden atau diinvestasikan di luar bidang kompetensi yang telah menjadi sumber laba.

Padahal untuk menjadi perusahaan unggul kelas dunia, laba sebuah perusahaan harus ditanamkan kembali ke perusahaan tersebut sebagai belanja modal. Bahkan untuk tumbuh lebih kencang, selain laba juga dari pinjaman.

Seorang ahli manajemen mengatakan bahwa mengelola perusahaan ibarat menanam pohon, begitu tumbuh, daunnya bisa dipetik dan menghasilkan uang. Tapi jika setiap daun tumbuh selalu dipetik, jangan berharap bisa menikmati buahnya. Petiklah daun sesedikit mungkin. Bahkan kalau bisa jangan diambil dulu. Biarkan dia tumbuh dan berbuah.


Bagaimana? 

0 komentar:

Posting Komentar